Friday, July 23, 2010

Komunikasi Orang Tua Dengan AnakMembentuk Kebiasaan Anak Menonton Televisi

Liliek Budiastuti Wiratmo 
ABSTRAKSI 
Komunikasi Orang Tua Dengan Anak Membentuk Kebiasaan Anak Menonton Televisi

Saat ini masyarakat benar-benar mendapat layanan yang sangat istimewa dari stasiun televisi. Baik informasi maupun hiburan datang siang malam seiring dengan kian bertambahnya stasiun TV swasta yang beroperasi. Semua TV swasta tersebut berusaha menarik penonton sebanyak-banyaknya dan dapat menempati “rating” tinggi, yang berarti mengalirnya dana melalui iklan sebagai penopang hidupnya. Untuk memenangkan rating kadang-kadang mereka tidak mempertimbangkan kualitas acara, bahkan untuk anak-anak sekaligus. Kondisi tersebut menjadi tantangan bagi orang tua untuk mengkompromikan dengan anak-anak bagaimana sebaiknya menentukan acara yang akan di tonton dan tidak di tonton 

Mewujudkan Media Yang Responsif Gender

Liliek Budiastuti Wiratmo[1]
     Sinetron Dunia Tanpa Koma (DTK) tayangan Sabtu, 18 Nopember 2006, menyajikan cerita upaya kelompok karyawan/wartawan memperjuangkan kesamaan hak antara wartawan (laki-laki) dan wartawati (perempuan) maupun karyawati dengan karyawan non jurnalis. Mereka mempertanyakan mengapa keluarga (anak-isteri) wartawan/karyawan (laki-laki) berhak memperoleh biaya pengobatan serta tunjangan yang lain, sementara keluarga (suami-anak) wartawati/karyawati tidak mempunyai hak untuk memperoleh tunjangan serupa. Artinya perempuan dihitung sebagai subjek tunggal, sementara beban kerja dan tanggung jawab pekerjaan mereka sama. Syukurlah upaya Raya, Seruni, Bayu, Markus, dan kawan-kawannya berhasil. Setelah melalui perdebatan panjang akhirnya tuntutan mereka dipenuhi oleh Pak Rekso selaku Komisaris Majalah ‘Target’.
Cerita DTK tersebut layak kita hargai sebagai upaya media (pengelola) televisi untuk memasukkan perjuangan penguatan gender dalam sebuah sinetron.

Thursday, July 22, 2010

Pertarungan Frame Media

PERTARUNGAN FRAME
ISU KENAIKAN HARGA BBM, TARIF DASAR LISTRIK DAN TELEPON


ABSTRACT

The media coverage on the people’s rejection of the government’s decision in raising the oil fuel, electricity and telephone tariff 2003 is interesting to be discussed. This is connected with the potential emergence of various interests in a certain mass media.
The purpose of this research is to find out some frames and their development that appear in the Suara Merdeka Daily and the Wawasan Daily. In order to observe the media frame, the writer refers to the “Media Package” approach as established by Gamson and Modigliani.
This research finds out three frames connected with the issue of the increasing price of oil fuel, telephone and electricity appearing in both Suara Merdeka Daily and the Wawasan Daily, that is, the justice frame, the suffering people frame, and the frame of the ignorance government toward the people. In addition, this research also validates that each frame is not instantly formed, but through a long term process it grows, continues to exist, and even may triumph over, or be defeated by, other frames.