Friday, June 25, 2010

Manajemen Redaksional Dan Kode Etik Jurnalistik

                                                            Liliek Budiastuti Wiratmo 

A. Pendahuluan*)
       Industri media merupakan bidang usaha yang berbeda dengan bidang-bidang lain. Hal ini karena industri media bukan ‘sekedar’ lembaga ekonomi, tetapi juga lembaga sosial yang  memiliki tanggung jawab sosial kepada masyarakat dimana media tersebut hidup dan berkembang. Sistem kerjanya yang selalu dikejar ‘deadline’ membuat pekerja media yang biasa disebut jurnalis selalu berpacu dengan waktu, agar apa yang disajikan suatu media lebih hangat, lebih aktual dibanding media yang lain.. Di sisi lain, karena jurnalis (wartawan) merupakan suatu profesi, maka muncul tuntutan untuk mematuhi kode etik jurnalistik. Memadukan dua kepentingan yang berbeda, antara kepentingan profit dan etik menjadi salah satu bagian penting dalam pengelolaan media. Disinilah dituntut pengelolaan (manajemen) redaksi yang baik pula agar media tersebut memiliki ‘roh’,  jiwa yang akan memperkuat keberadaannya

Tuesday, June 8, 2010

Fenomena Majalah Wanita


Liliek Budiastuti Wiratmo[2]
Ringkasan
Semakin meningkatnya media cetak yang sasaran pembacanya perempuan mestinya disambut dengan gembira, karena diharapkan media tersebut akan dapat mengungkap dan menyelesaikan persoalan perempuan. Persoalan-persoalan tersebut bukan hanya masalah menyangkut masalah-masalah domestik, namun sesungguhnya meliputi prosoalan politik, ekonomi, dan sebagainya. Namun realtas yang ada saat ini, majalah wanita tersebut lebih mengedepankan persoalan domestik yang mestinya harus diimbangi dengan persoalan publik. Tulisan ini mengungkap majalah wanita seperti apa yang dapat mencersakan

Membangun Industri Penyiaran di Indonesia

Liliek Budiastuti Wiratmo
                                               Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi Semarang
        Industri penyiaran yang padat modal menuntut kreatifitas dan ketajaman membaca peluang untuk memenangkan persaingan antar lembaga penyiaran. Persaingan itu kadang-kadang memaksa lembaga penyiaran mengambil sikap yang merugikan kepentingan publik sebagai audiens, seperti informasi yang tidak akurat, sajian yang tidak mendidik atau justru yang mendorong khalayak berpikir instan, dan sebagainya.
       Disisi lain, lembaga penyiaran menggunakan frekuensi-gelombang elektro magnetik-milik publik yang sifatnya terbatas. Frekuensi bukanlah milik pribadi yang dapat diwariskan turun temurun atau komoditas yang dapat diperdagangkan secara bebas. Oleh karenanya pula penggunaan frekuensi tersebut harus dipertanggungjawaban terhadap publik.

Mencermati Kebiasaan Anak-Anak Menonton Televisi

Liliek Budiastuti Wiratmo[1]
PENDAHULUAN
Sampai dipenghujung tahun 80-an kita masih harus madep mantep nonton TVRI, kita belum membayangkan suatu ketika masyarakat Indonesia akan dimanjakan dengan tayangan acara dari berbagai stasiun televisi swasta. Tentu saja waktu itu mustahil kita membayangkannya, karena sulitnya membuka keran kebebasan. Dengan berbagai dalih pemerintah sulit memberikan ijin bagi berkembangnya stasiun TV swasta. Dan akhirnya kesempatan terbuka juga dengan lahirnya pelopor era TV swasta yang di motori oleh RCTI pada tahun 1988. tak sampai sepuluh tahun kemudian kita bisa memilih acara yang disukai dari 6 stasiun penyiaran (termasuk TVRI) yang terus berlomba menarik perhatian dengan menayangkan beragam acara.

Sunday, June 6, 2010

Kekerasan di Media Dan Peran Serta Masyarakat

(Sebuah Upaya Preventif) [1]
Liliek Budiastuti Wiratmo[2]

        Ketika terjadi kasus bunuh diri yang dilakukan anak-anak, media massa dinilai  memberi kontribusi  dalam “pembelajaran” melakukan bunuh diri tersebut.  Menurut Dr. Seto Mulyadi tindakan nekat ini di satu sisi terinspirasi dari media massa. Khususnya media elektronik yang akhir-akhir ini banyak menayangkan adegan-adegan vulgar dan penuh kekerasan. (Wawasan, 16/5).
       Pada Agustus 1999 jumlah media cetak sebanyak 1.536 (Mursito, 2000), dan pada akhir September tahun yang sama menjadi lebih dari 1800 media cetak (Sinansari Ecip: 2000). Hingga kini diperkirakan jumlahnya terus bertambah. Sementara saat ini terdapat 10 stasiun televisi swasta yang mengudara secara nasional dan menurut tabloid ‘Kontan’ tanggal 30 Mei 2005  terdapat sekitar 65 stasiun televisi lokal. Di Jawa Tengah saja terdapat lebih dari 200 radio siaran swasta dan 9 televisi lokal.