Friday, July 23, 2010

Komunikasi Orang Tua Dengan AnakMembentuk Kebiasaan Anak Menonton Televisi

Liliek Budiastuti Wiratmo 
ABSTRAKSI 
Komunikasi Orang Tua Dengan Anak Membentuk Kebiasaan Anak Menonton Televisi

Saat ini masyarakat benar-benar mendapat layanan yang sangat istimewa dari stasiun televisi. Baik informasi maupun hiburan datang siang malam seiring dengan kian bertambahnya stasiun TV swasta yang beroperasi. Semua TV swasta tersebut berusaha menarik penonton sebanyak-banyaknya dan dapat menempati “rating” tinggi, yang berarti mengalirnya dana melalui iklan sebagai penopang hidupnya. Untuk memenangkan rating kadang-kadang mereka tidak mempertimbangkan kualitas acara, bahkan untuk anak-anak sekaligus. Kondisi tersebut menjadi tantangan bagi orang tua untuk mengkompromikan dengan anak-anak bagaimana sebaiknya menentukan acara yang akan di tonton dan tidak di tonton 

PENDAHULUAN

Kian bertambahnya televisi swasta yang beroperasi di Indonesia tampaknya tidak hanya membawa kesenangan bagi anak-anak, tetapi juga menimbulkan keresahan orang tua yang merasa anak-anaknya sudah demikian “kecanduan” televisi dan mereka yang peduli pada perkembangan anak umumnya.
Hal ini sangat beralasan, karena pada studi yang dilakukan Erasmus Rotterdam (Brown, 1976), ditemukan pelajar setingkat sekolah lanjutan pertama dalam sehari menonton televisi 4 sampai 5 jam ternyata mempunyai minat baca yang rendah. Mereka cenderung hanya membaca buku-buku wajib, karena sebagian waktunya tersita untuk acara-acara televisi.
Disisi lain meningkatnya pendidikan orang tua termasuk wanita membuka peluang untuk bekerja di luar rumah seperti halnya pria. Hal ini berarti bila semula ibu lebih banyak berperan di rumah, kini tidak sepenuhnya demikian. Dengan memilih bekerja dengan sendirinya jumlah waktu untuk berkomunikasi dengan anak-anak juga berkurang. Dengan situasi yang demikian (di satu sisi acara televisi terus bertambah dan waktu yang diberikan untuk anak-anak berkurang), tidak menutup kemungkinan kebiasaan anak-anak menonton televisi menjadi tidak terkontrol. Padahal banyak orang tua yang merasa tidak rela apabila anak-anaknya “direbut” oleh televisi.

PERMASALAHAN

Dari paparan di atas jelas makin besarnya tantangan bagi orang tua untuk membicarakan persoalan tersebut dengan anak-anaknya. Suatu pertanyaan menarik timbul sebagai upaya untuk menemukan jalan keluar bagi kebaikan anak-anak. Apakah kebiasaan anak menonton televisi di pengaruhi oleh komunikasi antara orang tua dengan anak ?

LANDASAN TEORI

Kehadiran televisi sebagai produk kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan segala seperangkat dan efek siarannya tidak mungkin dihindari. Gerbner, sebagaimana dikutip Mc Quail (Depari, 1993) mengatakan bahwa televisi telah demikian sentralnya dalam kehidupan sehingga ia mendominasi lingkungan simbolis, dimana  pengalaman pribadi digantikan pesan-pesan mengenai realita. Himmelweit (Supriadi, 1993) menyatakan bahwa siaran televisi mengajari anak mengenai kehidupan masyarakatnya dan masyarakat lain. Anak-anak diajari mengenai nilai-nilai luhur masyarakatnya, tetapi mereka juga disuguhi hal-hal lain yang menuntut mereka untuk memberikan makna tersendiri.
Selain membuka cakrawala, televisi juga membawa perubahan dalam sosialisasi anak. Hal ini didukung pendapat Brofenbrenner bahwa pengaruh televisi bukan menghasilkan kebiasaan, tetapi mematikan kebiasaan. Bila TV on, menjadikan orang tak berdaya, tanpa ekspresi, terfokus pada citra di layar, dan segala hal yang digunakan antara manusia, permainan, argumen, kerangka emosional, keluar dari personalitas, pengembangan kecakapan terhenti. Sehingga bila anda menyalakan TV, anda mematikan proses manusia menjadi manusia. (Brown, 1976 : 285).
Hal ini terjadi karena orang yang sedang asyik menonton TV menjadi abai pada sekitarnya seperti dikatakan Joy Cramond bahwa adanya televisi kehidupan anak menjadi sibuk dan secara teratur, biasanya di sekitar televisi, dan ini merupakan implikasi nilai lebih televisi dibanding aktifitas yang lain, pertemuan dengan orang lain dan mangkir dari “free time” yang dapat menjadi alasan terbesar untuk menonton televisi.
Di sadari kondisi seperti ini harus diantisipasi semua pihak, karenanya kita perlu membentuk sikap selektif sejak dini. Televisi tidak dengan sendirinya mempengaruhi menonton, tetapi banyak faktor lain yang ikut berpengaruh. Susanto (1993 : 22) menyatakan bahwa pengaruh televisi memang tidak berdiri sendiri, tetapi ia merupakan suatu “penyulut” yang penting terhadap potensi (positif maupun negatif) yang telah ada pada diri seorang. Isi pesan televisi dengan sendirinya tidak terlepas dari maslah-masalah yang ada dalam masyarakat, yaitu masalah sosial, ekonomi, politik dan budaya.
Di Amerika Serikat (Supriadi, 1993) sebelum film yang diwarnai tindakan kekerasan (pembunuhan dan sex) diputar pada saluran kabel (cable TV), ada imbauan yang kira-kira berbunyi : “kebijaksanaan orang tua untuk tidak memperkenankan anak-anak menonton film ini sangat diharapkan. Film-film yang hanya pantas dikonsumsi orang dewasa diputar lewat tengah malam, ketika anak-anak telah lelap. Saat ini telah ada televisi swasta di Indonesia yang menaruh perhatian pada keamanan anak-anak dengan mencantumkan tanda BO (bimbingan orang tua), DW (dewasa) dan SU (semua umur) pada tayangan-tayangannya.
Studi yang dilakukan Robert Cole, seorang pakar psikiatri dair Universitas Harvard menemukan bahwa situasi keluargalah yang menjadi variabel moderator hubungan antara tayangan tindak kekerasan di televisi dengan perilaku tertentu pada anak-anak. Menurut Coles, anak-anak dari keluarga yang berkualitas rendah sangat rawan dan peka terhadap pengaruh yang di timbulkan siaran buruk televisi (Supriadi, 1993 : 78)
Riris K. Toha Sarumpaet, seorang pengamat buku bacaan anak dari Universitas Indonesia berpendapat bahwa sebagai institusi yang menawarkan pendidikan kepada anak, acara televisi seyogyanya dicermati, diarahkan dan bila perlu dikontrol oleh sebuah badan resmi pilihan pemerintah. Dan sejalan dengan itu, sebagai sumber utama pendidikan anak, keluarga harus tetap menyadari tugasnya. Sambil menunggu pengertian penentu kebijakan dan pengelola, dengan tetap menyadari dan berani mengantisipasi perkembangan jaman, tulisan ini percaya pada kelebihan yang dimiliki setiap keluarga. Secara pribadi, orang tualah yang pertama mengurus anaknmya dan menanamkan nilai-nilai pada anak (Sarumpaet, 1996 : 3-4)
Dari paparan di atas semakin nyata peran keluarga dalam memberikan bimbingan bagaimana memanfaatkan televisi. Brown dan Olga Lenne dengan tegas mengatakan fakta dan data memperkuat alasan, bahwa tindakan keluarga merupakan filter terhadap pengalaman anak dengan televisi. Selanjutnya proses pemfilteran mempengaruhi dengan aktif pengaruh yang ditimbulkan televisi terhadap anak.” (Brown, 1976)
Dalam membimbing anak diperlukan komunikasi yang harmonis antara orang tua dengan anak, termasuk dalam memilih acara televisi yang layak ditonton. Komunikasi yang baik adalah komunikasi yang kongvergen antara orang tua dengan anak. Hal ini di dukung pendapat Kincaid bahwa komunikasi bukan sekedar pertukaran informasi, tetapi lebih luas lagi. Komunikasi adalah suatu konvergensi, dimana dua orang partisipan atau lebih saling berbagi informasi untuk mencapai pengertian bersama antara yang satu dengan lainnya. (Sunoto, 1980)

METODE PENELITIAN

Lokasi penelitian ditentukan secara purposive, yaitu SD Negeri Kabluk 03 dan 04 Kecamatan Gayamsari Kotamadya Semarang. Lokasi dipilih karena SD ini termasuk SD terbaik di Kecamatan Gayamsari. Hal ini di tunjukkan dari kemampuannya meraih NEM tertinggi se-Kecamatan Gayamsari beberapa tahun terakhir. Selain itu letaknya yang ditengah kota, mewakili keluarga kota.
Unit analisis dalam penelitian ini adalah siswa kelas III, IV dan V dengan pertimbangan :
1)      Mereka masih memerlukan bimbingan orang tua dalam menentukan sikap dan tindakan, termasuk memilih acara televisi yang akan di tonton
2)      Mereka sudah dapat diajak bekerjasama untuk mengisi daftar pertanyaan, karena telah memiliki kemampuan baca-tulis yang memadai
Populasi penelitian sebanyak 331 orang (SDN Kabluk 03 sebanyak 165 orang dan SDN Kabluk 04 sebeasr 166 orang). Sampel diambil sebesar 25 % secara acak proporsional. Dengan demikian sampel penelitian ini sebanyak 82 orang.
Sebagaimana telah disampaikan dimuka bahwa komunikasi orang tua dengan anak ditempatkan sebagai variabel bebas yang di duga berpengaruh terhadap kebiasaan anak menonton televisi sebagai variabel tergantung.
Komunikasi orang tua dengan anak adalah proses saling menyampaikan pesan (message) antara orang tua dengan anak, baik sebagai komunikator maupun sebagai komunikan melalui (pada) berbagai kesempatan, termasuk membimbing anak memanfaatkan televisi. Indikator variabel ini adalah :
a.       Kesempatan atau saluran yang digunakan dalam berkomunikasi
b.      Bimbingan memilih acara yang ditonton
c.       Pendampingan dalam menonton televisi
Sedangkan kebiasaan anak menonton televisi adalah perilaku sehari-hari dalam memanfaatkan media televisi, dengan indikator :
a.       Interval waktu (jam tayang) yang ditonton
b.      Jumlah jam (lama) menonton
c.       Selektifitas acara yang ditonton
d.      Jenis acara yang ditonton
e.       Pemanfaatan waktu luang
Data yang di dapat akan dianalisis secara :
1)      Deskriptif, menggunakan distribusi frekuensi dan prosestase untuk data dalam skala nominal
2)      Statistik, untuk data dalam skala ordinal dengan rumus Tata Jenjang Spearman

HASIL PENELITIAN

a.      Komunikasi Orang Tua dengan Anak
Berdasarkan data yang diperoleh dari responden mengenai komunitas orang tua dengan anak didapat hasil sebagai berikut:
TABEL 1
KOMUNIKASI ORANG TUA DENGAN ANAK N = 82
KATEGORI
FREKUENSI
PERSENTASE
Sangat baik
25
30,49
Baik
48
58,54
Cukup baik
8
9,76
Kurang baik
1
1,22
Jumlah
82
100
Sumber : Diolah dari jawaban responden
Data yang diolah dari jawaban responden terhadap 7 pertanyaan, dapat disimpulkan bahwa komunikasi antara orang tua dengan responden menunjukkan kategori baik, karena sebagian besar (58,54 %) berada pada kategori ini. Dari 82 responden hanya satu orang yang komunikasi dengan orang tuanya kurang baik karena keterbatasan kesempatan bertemu, orang tua tidak pernah menonton acara yang ditonton anak, maupun tidak adanya perhatian orang tua terhadap acara TV yang ditonton anak.
Salah satu temuan yang menarik dalam penelitian ini adalah, ternyata walaupun ibu sebagian besar responden bekerja namun tanggung jawab dalam pengawasan dan pendamping belajar masih tetap di tangan ibu (92, 68 %). Bahkan sebagian besar (74,39 %) orang tua (ibu) masih mendampingi anak-anak menonton televisi. Hal ini terjadi mungkin karena sebagian besar ibu bekerja sebagian PNS dan guru.
b.      Kebiasaan Anak Menonton Televisi
Untuk memperoleh data mengenai kebiasaan anak menonton televisi diajukan 9 pertanyaan, baik pertanyaan terbuka maupun tertutup. Kebiasaan anak menonton televisi dijaring dengan pertanyaan mengenai kemampuan mereka untuk memilih berdasarkan skala prioritas antara kegiatan sekolah dengan menonton televisi, kemampuan menyeleksi (selektifitas) acara yang layak mereka tonton, dan intemsitas menonton televisi. Selanjutnya setelah data dari pertanyaan tersebut diolah tampak dalam tabel 2 :

TABEL 2

KEBIASAAN ANAK MENONTON TELEVISI N = 82
KATEGORI
FREKUENSI
PERSENTASE
Sangat baik
12
14,63
Baik
50
71,95
Cukup baik
10
12,19
Kurang baik
1
1,22
JUMLAH
82
100
Sumber : Diolah dari jawaban responden
Dari data tabel 2 dapat disimpulkan kebiasaan responden menonton termasuk pada kategori baik (71,95 %). Kondisi ini menggembirakan sebab walaupun masih dalam usia belia (8 – 11 tahun) mereka telah memiliki kemampuan mengatur waktu dan menentukan acara yang memang layak mereka tonton. Melihat usia mereka yang masih sangat muda, dengan kemapuan seleksi yang baik tentu tidak lepas dari peran orang tua dalam menddik anak.
Salah satu temuan yang menarik berkaitan dengan apa yang paling disukai dapat dilihat pada tabel 3 :


TABEL 3
JENIS ACARA PALING DIGEMARI N = 82
JENIS ACARA
FREKUENSI
Film kartun
70
Musik
7
Sinetron anak
17
Ilmu pengetahuan
8
Sinetron dewasa
1
Lainnya
1
Sumber : Diolah dari jawaban responmden
Film kartun merupakan acara yang paling digemari anak-anak, dimana acara tersebut di tonton oleh hampir semua responden (70 orang). Meskipun demikian ada juga anak-anak yang menggemari sinetron dewasa (tersayang, tersanjung dan lain-lain) yang sebetulnya konsumsi orang dewasa. Bisa jadi hal ini dipengaruhi lingkungan keluarganya yang menyukai atau sering menonton sinetron. Disamping itu ada responden yang menyukai acara lain, seperti berita atau olah raga. Program acara seperti Galileo – acara iptek yang dikemas secara populer termasuk acara yang di sukai pula (6 orang anak). Dari jawaban responden terungkap ada anak yang menyukai beberapa acara, baik kartun, ilmu pengetahuan, sinetron dan sebagainya.
c.       Komunikasi Orang Tua dan Kebiasaan Anak Menonton Televisi
Untuk mengetahui bagaimana pengaruh komunikasi orang tua dengan anak dalam membentuk kebiasaan anak menonton televisi dapat dilihat pada tabel 4 :
TABEL 4
HUBUNGAN KOMUNIKASI ORANG TUA DENGAN ANAK
DAN KEBIASAAN ANAK MENONTON TELEVISI
N = 82
KOMUNIKASI ORANG TUA DENGAN ANAK
KEBIASAAN ANAK MEONTON TELEVISI
JUMLAH
Sangat Baik
Baik
Cukup Baik
Kurang Baik
Sangat baik
9
10,98
13
13,85
3
3,66
0
0
25
30,48
Baik
2
2,44
39
47,56
6
7,32
1
1,22
48
58,54
Cukup Baik
1
1,22
6
7,32
1
1,22
0
0
8
9,76
Kurang Baik
0
0
1
1,22
0
0
0
0
1
1,22
JUMLAH
12
14,63
59
71,95
10
12,20
1
1,22
82
100

Meskipun ada komunikasi antara orang tua dan anak yang kurang baik (1,22 %), tetapi ternyata kebiasaan menonton televisinya baik. Sementara itu ada yang komunikasi orang tua dengan anak baik, tetapi kebiasaan anak menonton televisinya kurang baik (1,22 %). Namun demikian secara keseluruhan hasil penelitian ini menunjukkan bahwa komunikasi orang tua dengan anak yang baik akan berpengaruh dan menentukan baik buruknya kebiasaan anak menonton televisi.
Untuk memperkuat argumen tersebut dapat dibuktikan dengan uji statistik menggunakan Tata Jenjang Spearman yang setelah dihitung diperole rs = 0,190. Karena jumlah sampel sebanyak 82 orang termasuk sampel besar, maka hasil tersebut harus diuji signifikansinya dengan t-test yang hasilnya 1,730. Setelah dibandingkan dengan nilai t pada tabel ternyata t-hitung lebih besar daripada t pada tabel pada taraf signifikansi 10 % dengan db antara 60 (1,671) dan 120 (1,658).

KESIMPULAN DAN SARAN

Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa orang tua memegang peran penting dalam membantu anak-anak membentuk kebiasaan menonton televisi yang baik, yang muaranya adalah terbentuknya sikap selektif sejak dini. Suatu kondisi dimana seseorang menonton televisi karena dia memang membutuhkannya, bukan sekedar memencet romote tanpa tujuan yang jelas.
Selanjutnya disarankan kepada orang tua untuk selalu memberikan bimbingan dalam mengakses televisi, agar anak tetap selektif dan dapat mengatur waktunya dengan baik.

DAFTAR PUSTAKA

Brown, Ray, 1976, Children and Television, sage Publication, Beverly Hills, California.
Depari, Eduard 1993, Kekerasan dalam Film TV dan Dampaknya terhadap Masyarakat.
Gunarto, 1995, Adegan Pro dan Anti Sosial di TV, Kompas, 30 April 1995.
Sarumpaet, Riris K. Toha 1996, Mempertahankan Minat Baca Anak Ditengah Maraknya Acara TV (makalah).
Siegel, Sidney 1994, Statistik Non Parametrik Untuk Ilmu-ilmu Sosial, Gramedia, Jakarta.
Sunoto, 1980, Komunikasi dan Inovasi, FISIPOL, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Supriadi, Dedi, 1993, Kontroversi tentang Dampak Siaran Televisi terhadap perilaku Anak, AUDIENTIA Vol. I No. 4, 1993.
Susanato, Astrid S. 1993, beberapa Pengaruh Acara Televisi terhadap Anak-anak dan Saran Acara (makalah).

0 comments:

Post a Comment