Tuesday, June 8, 2010

Mencermati Kebiasaan Anak-Anak Menonton Televisi

Liliek Budiastuti Wiratmo[1]
PENDAHULUAN
Sampai dipenghujung tahun 80-an kita masih harus madep mantep nonton TVRI, kita belum membayangkan suatu ketika masyarakat Indonesia akan dimanjakan dengan tayangan acara dari berbagai stasiun televisi swasta. Tentu saja waktu itu mustahil kita membayangkannya, karena sulitnya membuka keran kebebasan. Dengan berbagai dalih pemerintah sulit memberikan ijin bagi berkembangnya stasiun TV swasta. Dan akhirnya kesempatan terbuka juga dengan lahirnya pelopor era TV swasta yang di motori oleh RCTI pada tahun 1988. tak sampai sepuluh tahun kemudian kita bisa memilih acara yang disukai dari 6 stasiun penyiaran (termasuk TVRI) yang terus berlomba menarik perhatian dengan menayangkan beragam acara.

Acara-acara tersebut bukan hanya untuk orang dewasa dan untuk semua umur, tetapi juga berkembang untuk acara yang dikemas bagi konsumsi anak-anak. Kemeriahan ini tentu saja menyenangkan di satu sisi, namun disisi lain menimbulkan kekhawatiran pada beberapa kalangan, termasuk pendidik, orang tua dan pemerhati anak.
Sebab apa yang ditayangkan tidak hanya acara yang mendidik, namun juga acara-acara yang menurut peneliti Yayasan Kesejahteraan Anak Indonesia (YKAI) sebagai tayangan yang anti sosial.
Televisi menurut Gebner – telah demikian sentralnya dalam kehidupan sehingga ia mendominasi lingkungan simbolis, dimana pengalaman pribadi digantikan pesan-pesan mengenai realita. (Deparil 1993 : 2). Sebab selain membuka cakrawala, televisi juga membawa perubahan dalam sosialisasi anak. Hal ini didukung pendapat Brofenbrenner yang ekstrem (pen)- bahwa pengaruh televisi bukan menghasilkan kebiasaan, tetapi mematikan kebiasaan. Bila televisi on, membuat orang tak berdaya, tanpa ekspresi, terfokus pada citra di layar, dan segala hal yang digunakan antara manusia, permainan, argumen, kerangka emosional, keluar ari personalitas, pengembangan keca dihentikan. Sehingga bila anda menyalakan TV, anda mematikan proses manusia menjadi manusia. (Brown : 1976 : 285)
Disisi lain menurut Surya (1993 : 83 – 84) siaran TV merupakan umpan bagi anggota keluarga untuk berkumpul bersama pada waktu-waktu tertentu. Kesempatan itu merupakan peluang bagi anak untuk banyak menggunakan waktunya di rumah dan berkumpul bersama anggota keluarga lainnya terutama orang tua. Kesempatan berkumpul itu merupakan kesempatan untuk saling berkomunikasi antara anggota keluarga.
Dengan demiukian keluarga yang dalam hal ini domotori orang tua merupakan lembaga yang mendasari pendidikan anak menurut hemat penulis mempunyai andil besar dalam membentuk kebiasaan anak memanfaatkan televisi.
Berangkat dari latar belakang itu kemudian penulis meneliti hubungan komunikasi orang tua dengan anak terhadap kebiasaan anak menonton televisi. Sebagian hasil penelitian tersebut, yaitu tentang kebiasaan anak menonton televisi akan penulis sajikan dalam tulisan ini. Sebab dengan mencermati kebiasaan anak menonton televisi kita bisa mengenali kebiasaan atau perilaku anak-anak dalam memanfaatkan televisi.

METODE PENELITIAN

Populasi penelitian ini adalah siswa kelas III, IV dan V SD Kabluk 03 / 04 Kecamatan Gayamsari Kodya Semarang sebanyak 331 orang, dengan pertimbangan :
a.       Kemampuan baca tulis memadai sehingga relatif mudah diajak bekerja sama dalam menjawal kuesioner
b.      Setara dengan usia, mereka masih memerlukan bimbingan dalam mengambil keputusan termasuk dalam menonton TV
Sampel penelitian diambil 25 % (82 orang) secara acak proporsional sesuai jumlah siswa dalam setiap kelas.
            Data sekunder di dapat dari dokumen yang ada dan data primer diambil langsung dari responden melalui kuesioner. Pada waktu pengumpulan data primer siswa dikumpulkan dan diminta mengisi daftar pertanyaan yang sudah disediakan didampingi peneliti.
Data yang terkumpul kemudian dianalisis secara kualitatif yang disajikan dalam distribusi frekuensi dan prosentase.

HASIL PENELITIAN

Setelah data yang terkumpul dianalisis diperoleh hasil sebagai berikut :
1.      Sebagian besar responden mengatakan bahwa mereka menonton televisi bila ada kesempatan dan tugas sekolah sudah selesai (68,29 %) tanpa ada waktu khusus. Sedangkan yang menjawab bila tidak ada tugas sekolah sebesar (25,61 %). Yang jarang menonton TV hanya 6,10 % dan tidak ada sama sekali responden yang tidak pernah menonton TV. Meski demikian data ini menunjukkan adanya kesadaran di kalangan siswa kapan mereka dapat menonton TV, dan kapan tidak.
2.      Data menujukkan ada tiga inverval waktu yang biasa digunakan untuk menonton TV, yaitu pukul 15.00 – 17.00 WIB, pukul 16.00 – 17.00 WIB dan 20.00 – 21.00 masing-masing sebesar 25,61 %. Kalaupun ada yang menonton di luar waktu-waktu tersebut prosentasenya relatif lebih kecil (pukul 19.00 – 21.00 sebesar 9,75 %) bahkan sangat kecil (pukul 16.00 – 21.00 sebesar 1,22 %). Walaupun ada diantara responden yang menonton acara Srimulat. Sinema unggulan, dan acara lain namun prosentasenya sangat kecil. Sedangkan data ini untuk menjaring waktu yang sering digunakan untuk menonton TV. Munculnya perbedaan interval waktu menonton TV dimungkinkan adanya perbedaan kepadatan kegiatan antara siswa kelas III, IV dan V maupun kegiatan individu di luar kegiatan sekolah.
3.      Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa responden selektif terhadap acara yang ditayangkan, artinya mereka hanya menonton acara yang disukai (53,66 %) dan mereka yang menonton acara apa saja yang disajikan selama ada kesempatan hanya 6,10 %. Kenyataan ini cukup menggembirakan, sebab ternyata anak sudah mampu untuk memilih acara yang disukai sesuai dengan kebutuhannya.
4.      Distribusi jawaban responden menunjukkan bahwa hampir separuh (47,56 %) menyatakan mereka tidak menonton acara TV secara terus menerus dari awal sampai akhir, tetapi kadang-kadang ditinggal. Sementara 30,49 % lainnya mengatakan mereka menonton kadang sampai selesai kadang tidak. Sedangkan yang menonton acara intens hanya 13 orang (15,85 %). Hal ini menunjukkan bahwa responden tidak sepenuhnya tergantung pada acara TV yang dapat menyebabkan kurangnya kontak anak-anak tersebut dengan lingkungannya.
5.      Ternyata sebagian besar responden mengatakan sering sambil melakukan kegiatan lain ketika menonton TV (42,68 %). Sedangkan yang mengatakan hanya menonton TV saja prosentasenya sangat kecil (3,66 %). Hal ini menunjukkan bahwa meskipun anak-anak itu menonton TV, tetapi mereka tetap melakukan kegiatan lainnya. Sehingga perhatian anak tidak sepenuhnya terhadap acara yang ada di TV.
6.      Jawaban responden mengenai jenis kegiatan sembilan yang dilakukan ketika menonton TV menunjukkan prosentase terbesar (39,02 %) adalah membaca, baik surat kabar / majalah, komik maupun bacaan-bacaan lain. Diikuti mengerjakan PR / belajar (30,49 %), bermain (23,17 %). Prosentase terkecil adalah melakukan kegiatan lainnya (7,32 %), seperti makan kue misalnya.
7.      Data hasil penelitian menunjukkan, kartun merupakan jenis acara yang paling disukai dan paling banyak di tonton oleh anak-anak, hal ini tampak dari prosentase yang sangat tinggi untuk jawaban ini (85,37 %). Sinetron anak-anak menduduki peringkat kedua (20,73 %) untuk acara yang disukai responden. Temuan yang menarik adalah ada diantara responden yang menyukari sinetron untuk konsumsi orang dewasa, walaupun prosentasenya sangat kecil (1,22 %). Di samping itu ada responden yang menyukai acara yang justru tidak disukai teman sebayanya, yaitu acara kuis anak (1,22 %)
8.      Untuk mendukung temuan di atas, ditanyakan judul acara apa yang paling disukai. Dari jawaban responden diambil kelompok “sepuluh besar” acara pilihan. Tabel yang disusun secara urut berdasarkan banyaknya responden yang menonton suatu acara menunjukkan film kartun yang berjudul “Dragon Ballz” saat ini merupakan film kartun yang paling disukai anak-anak, karena di tonton oleh 36 orang (41,46 %) dari 82 responden. Fenomena yang menarik adalah film kartun buatan Jepang “Doraemon” yang dibuat berdasarkan komik yang ditulis Fujiko F. Fujio menduduki peringkat jumlah penonton yang kedua, yaitu sebanyak 33 orang (40,24 %). Film Doraemon merupakan film yang sudah diputar oleh stasiun RCTI sejak awal berdirinya (sekitar tahun 1989) dan bertahan sampai kini.
Urutan selanjutnya adalah Ninja Hatori (24 orang), Kera Sakti (22), Jin dan Jun (20), Popeye (18), Tom and Jerry (17). Penelitian ini juga menunjukkan bahwa tayangan impor lebih disukai daripada buatan lokal (Indonesia). Sebab dari 10 jenis acara yang paling disukai ternyata acara-acara buatan dalam negeri cukup menjadi guru kunci. Panji Manusia Millenium (19,51 %). Sementara Anak Ajaib dan Saras 008 masing-masing 15,85 %.
Kenyataan ini tentu menimbulkan rasa keprihatinan yang dalam, bagaimana atau upaya apa yang harus dilakukan agar acara-acara produk lokal mampu merebut hati anak-anak.
9.      Dari 82 responden, ternyata ada 13 orang (15,85 %) yang menyukai sinetron Gerhana. Tersayang dan Tersanjung masing-masing 8,54 %. Hanya Kamu 2,44 % dan Pertalian, Cinta serta Permataku masing-masing 1,22 %. Data pada tabel XXI ada satu responden yang mengatakan paling suka menonton sinetron untuk orang dewasa, meski demikian ada juga responden lain yang menyukai acara-acara seperti ini, walaupun tidak termasuk kategori paling suka.
10.  Disamping acara-acara yang paling disukai sebagaimana tampak pada poin 8 dan 9 ada beberapa anak yang menyukai acara-acara jenis lain. Yang biasanya kurang disukai anak-anak. Temuan ini jelas merupakan sesuatu yang menarik.
Acara Indosat Galileo, adalah acara yang mengupas peristiwa fisika yang dikemas dalam bentuk ilmu pengetahuan populer yang cukup disukai anak-anak. Ada 13 anak (15,85 %) yang menyukai acara ini. Selain itu ternyata ada responden yang menonton acara Liputan 6 yang jarang disukai anak-anak. Demikian juga tayangan olah raga sepak bola, dan tinju serta kuis Ensiklopedia Bangsaku     (1,22 %)

KESIMPULAN

Dari hasil penelitian yang disajikan diatas dapat disimpulkan :
1.      Responden mempunyai kebiasaan menonton televisi yang baik, dalam arti mereka tidak saja mampu memilih waktu menonton tetapi juga mampu bersikap selektif dalam menonton acara televisi. Walaupun ada respondne yang menonton acara untuk orang dewasa namun prosentasenya sangat kecil.
2.      Acara televisi produksi asing lebih disukai dari pada produksi dalam negeri (lokal)


[1]Dosen Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi (STIKom) Semarang

0 comments:

Post a Comment